Rabu, 27 April 2011

tugas uts 1


Remaja Indonesia Masih Sangat Membutuhkan Informasi Kesehatan Reproduksi
Menjadi remaja berarti menjalani proses berat yang membutuhkan banyak penyesuaian dan menimbulkan kecemasan. Lonjakan pertumbuhan badani dan pematangan organ-organ reproduksi adalah salah satu masalah besar yang mereka hadapi. Perasaan seksual yang menguat tak bisa tidak dialami oleh setiap remaja meskipun kadarnya berbeda satu dengan yang lain. Begitu juga kemampuan untuk mengendalikannya.
Di Indonesia saat ini 62 juta remaja sedang bertumbuh di Tanah Air. Artinya, satu dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka adalah calon generasi penerus bangsa dan akan menjadi orangtua bagi generasi berikutnya. Tentunya, dapat dibayangkan, betapa besar pengaruh segala tindakan yang mereka lakukan saat ini kelak di kemudian hari tatkala menjadi dewasa dan lebih jauh lagi bagi bangsa di masa depan.
Ketika mereka harus berjuang mengenali sisi-sisi diri yang mengalami perubahan fisik-psikis-sosial akibat pubertas, masyarakat justru berupaya keras menyembunyikan segala hal tentang seks, meninggalkan remaja dengan berjuta tanda tanya yang lalu lalang di kepala mereka.
Pandangan bahwa seks adalah tabu, yang telah sekian lama tertanam, membuat remaja enggan berdiskusi tentang kesehatan reproduksi dengan orang lain. Yang lebih memprihatinkan, mereka justru merasa paling tak nyaman bila harus membahas seksualitas dengan anggota keluarganya sendiri!
Tak tersedianya informasi yang akurat dan "benar" tentang kesehatan reproduksi memaksa remaja bergerilya mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Arus komunikasi dan informasi mengalir deras menawarkan petualangan yang menantang.
Majalah, buku, dan film pornografi yang memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab yang harus disandang dan risiko yang harus dihadapi, menjadi acuan utama mereka. Mereka juga melalap "pelajaran" seks dari internet, meski saat ini aktivitas situs pornografi baru sekitar 2-3%, dan sudah muncul situs-situs pelindung dari pornografi . Hasilnya, remaja yang beberapa generasi lalu masih malu-malu kini sudah mulai melakukan hubungan seks di usia dini, 13-15 tahun!
Memang hasil penelitian di beberapa daerah menunjukkan bahwa seks pra-nikah belum terlampau banyak dilakukan. Di Jatim, Jateng, Jabar dan Lampung: 0,4 - 5% Di Surabaya: 2,3% Di Jawa Barat: perkotaan 1,3% dan pedesaan 1,4%. Di Bali: perkotaan 4,4.% dan pedesaan 0%.
Tetapi beberapa penelitian lain menemukan jumlah yang jauh lebih fantastis, 21-30% remaja Indonesia di kota besar seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta telah melakukan hubungan seks pra-nikah.
Berdasarkan hasil penelitian Annisa Foundation pada tahun 2006 yang melibatkan siswa SMP dan SMA di Cianjur terungkap 42,3 persen pelajar telah melakukan hubungan seks yang pertama saat duduk di bangku sekolah. Beberapa dari siswa mengungkapkan, dia melakukan hubungan seks tersebut berdasarkan suka dan tanpa paksaan.
Mana yang lebih akurat? Beberapa pakar berpendapat bahwa angka yang diperoleh melalui penelitian itu hanyalah puncak dari sebuah gunung es, yang kakinya masih terbenam dalam samudera.
Nasib Remaja Putri
Nilai-nilai patriarkhis yang berurat akar di masyarakat kita telah meletakkan remaja putri jauh di luar jarak pandang kita dalam kesehatan reproduksi. Undang-undang no. 20/ 1992 mentabukan pula pemberian layanan KB untuk remaja putri yang belum menikah.
Bahkan mitos pun memojokkan remaja putri, untuk membujuk-paksa mereka supaya bersedia berhubungan seks secara "suka-sama-suka", bahwa hubungan seks yang hanya dilakukan sekali takkan menyebabkan kehamilan. Berbagai metode kontrasepsi "fiktif" juga beredar luas di kalangan remaja: basuh vagina dengan minuman berkarbonasi, lari-lari di tempat atau squat-jump segera setelah berhubungan seks.
Ketika pencegahan gagal dan berujung pada kehamilan, lagi-lagi remaja putri yang harus bertanggung jawab. Memilih untuk menjalani kehamilan dini seperti dilakukan 9,5% remaja di bawah 20 tahun , dengan risiko kemungkinan kematian ibu pada saat melahirkan 28% lebih tinggi dibanding yang berusia 20 tahun ke atas , disertai kegamangan karena tak siap menghadapi peran baru sebagai ibu. Atau menjalani pilihan lain yang tersedia: aborsi!
Ketakutan akan hukuman dari masyarakat dan terlebih lagi tidak diperbolehkannya remaja putri belum menikah menerima layanan keluarga berencana memaksa mereka untuk melakukan aborsi, yang sebagian besar dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa mempedulikan standar medis. Data WHO menyebutkan bahwa 15-50 persen kematian ibu disebabkan karena pengguguran kandungan yang tiudak aman. Bahkan Departemen Kesehatan RI mencatat bahwa setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi pada remaja atau 30 persen dari total 2 juta kasus di mana sebgaian besar dilakukan oleh dukun.
Dari penelitian yang dilaukan PKBI tahun 2005 di 9 kota mengenai aborsi dengan 37.685 responden, 27 persen dilakukan oleh klien yang belum menikah dan biasanya sudah mengupayakan aborsi terlebih dahulu secara sendiri dengan meminum jamu khusus. Sementara 21,8 persen dilakukan oleh klien dengan kehamilan lanjut dan tidak dapat dilayani permintaan aborsinya.
Pengetahuan Seks
Menyedihkan, kekukuhan kita untuk terus mengingkari kenyataan bahwa remaja butuh pengetahuan tentang seks dan kesehatan reproduksi yang benar, telah menjerumuskan mereka membentuk keluarga tak berkualitas: bapak-ibu belia yang tak siap fisik-psikisnya untuk menjadi orangtua, ibu tanpa suami, juga anak-anak yang ditinggal mati ibunya saat melahirkan.
Padahal memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi tidak serta-merta memberikan pula kesempatan untuk melakukan seks bebas. Pengalaman menunjukkan, di banyak negara yang telah memberlakukan pendidikan kesehatan reproduksi remaja, yang terjadi kemudian bukanlah promiskuitas atau seks bebas di kalangan remaja seperti yang selalu dikuatirkan, tetapi sebaliknya pendidikan kesehatan reproduksi justru membuat remaja menunda keaktifan seksualnya.
Meski perdebatan belum surut, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia pun memaklumkan pentingnya kesehatan reproduksi remaja. Ini sudah tertuang dalam Propenas 2001. Betapa melegakan, Indonesia akhirnya menapak maju mengejar ketertinggalannya dibanding negara lain, setidaknya dengan mengawali upaya untuk memberikan informasi yang benar dan akurat tentang kesehatan reproduksi remaja.
Tetapi untuk mengejar ketertinggalan dari masalah yang terus berlipatganda bagai deret ukur dibutuhkan lebih dari sekedar pencanangan pelaksanaan pendidikan kesehatan reproduksi remaja. Begitu banyak hal terkait yang bisa dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah dengan berbagai pihak antara lain:
Mengkaji ulang dan membuka peluang perubahan aturan, hukum dan perundangan; seperti Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 yang memberikan celah bagi terjadinya pernikahan dini, dan Undang-undang nomor 20 tahun 1992 yang mengganjal layanan kesehatan reproduksi untuk remaja putri yang belum menikah, serta seluruh aturan dan kebijakan yang dibuat berlandaskan undang-undang tersebut.
Mengembangkan kebijakan dan program berdasar paradigma baru yang lebih peka gender dan "ramah" pada remaja dengan menempatkan remaja sebagai subjek aktif yang patut didengar, dilibatkan, dan dengan demikian turut bertanggung jawab atas kepentingan mereka sendiri.
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja, termasuk di dalamnya informasi tentang keluarga berencana dan hubungan antargender, diberikan tak hanya untuk remaja melalui sekolah dan media lain, tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat.
Rumusan baru 'kejantanan' yang lebih menekankan tanggung jawab dan saling menghormati dalam relasi antargender perlu pula dipopulerkan di antara remaja putra. Program pelayanan kesehatan reproduksi remaja harus mulai dipikirkan, dengan penyedia layanan yang 'ramah remaja': menjaga kerahasiaan, tidak menghakimi, peka pada persoalan remaja.
Meneruskan upaya meretas hambatan sosial budaya dan agama dalam persoalan reproduksi dan seksualitas remaja, melibatkan kelompok masyarakat yang lebih luas, seperti ulama-rohaniwan, petinggi adat untuk menilai, merencanakan dan melaksanakan program yang paling tepat untuk kesehatan reproduksi remaja, termasuk juga mendorong keterbukaan dan komunikasi dalam keluarga.
Apa pun yang dirancang dengan baik takkan berjalan sempurna tanpa kerja yang sungguh-sungguh untuk mendengar remaja kita, berupaya memenuhi kebutuhan psikologisnya, memuaskan rasa ingin tahunya, sembari mengajari mereka menjalani kehidupan dengan bertanggung jawab.

Remaja, Dunia Penuh Ekspresi
Seorang ibu terbengong-bengong karena anak lelakinya yang menginjak usia 17 tahun ingin mengenakan anting. Pasalnya, ia remaja yang baik-baik saja, dan cenderung disukai oleh teman, guru, maupun orangtuanya sendiri karena selalu berperan sesuai harapan.Anting bagi para orangtua tradisional hanya pantas dikenakan wanita. Itulah sebabnya keinginan si remaja pria itu sulit dimengerti oleh sang ibu. Ketika ditanya alasan keinginannya, si anak hanya mengatakan, “Kan keren!?”
Ibu itu baru sedikit mengerti bagaimana arti kata “keren” ketika suatu saat mereka menikmati paduan suara yang indah, dikomandani seorang konduktor muda, notabene seorang pemuda dengan penampilan macho, meski mengenakan anting di sebelah telinganya. Pada saat itu si anak menyatakan, “Keren ‘kan, Bu?”
Tidak mudah menyelami kehidupan remaja. Apa yang mereka pikir, rasakan, dan lakukan, seringkali berbeda dengan yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh orang dewasa pada umumnya. Dari soal cara berpakaian, model rambut, dan aksesori hingga bagaimana mereka mengembangkan kebiasaan-kebiasaan berperilaku, biasanya mengundang komentar dari orangtua. Dunia mereka penuh angan-angan indah. Namun, apa yang indah bagi mereka itu belum tentu dapat diterima oleh para orangtua.
Banyak orangtua yang dibuat khawatir karena perilaku anak remajanya, terutama karena mereka tidak lagi “manis” seperti ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan, banyak orangtua dan guru yang cenderung memberikan label kepada mereka sebagai generasi yang sulit diatur. Sebagai orangtua, sudah sepatutnya kita belajar untuk memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh anak-anak kita yang tengah berada dalam masa remaja. Dengan itu keadaan yang menjengkelkan dapat berubah menyenangkan.
Perkembangan Psiko-Seksual
Kita tahu bahwa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja diawali dengan tanda-tanda kematangan seksual. Bagi remaja, perubahan pada aspek biologis ini merupakan pengalaman yang cukup mengejutkan. Anak perempuan mulai mengalami menstruasi, dan anak laki-laki mulai mengalami mimpi basah. Konsekuensi dari perkembangan hormonal tersebut adalah perasaan-perasaan romantis terhadap lawan jenis.
Perkembangan tersebut merupakan peristiwa monumental, yakni membuat mereka mulai menyadari dirinya bukan lagi sebagai kanak-kanak. Ditambah lagi dengan perkembangan kognisi yang semakin lengkap, mampu berpikir secara teoretis/hipotetis, membuat remaja benar-benar mengalami dunia secara baru.Dengan kemampuan kognisinya itu mereka mulai menilai dunianya secara lebih utuh. Mereka membutuhkan orangtua sebagai tempat bertanya dan mendapatkan rasa aman. Di sisi lain, mereka juga dapat menilai orangtuanya secara negatif bila tidak sesuai dengan gambaran ideal mereka.
Pada masa ini remaja memasuki masa emansipasi. Mereka mengalami dorongan-dorongan untuk mengekspresikan diri secara orisinal. Mereka memiliki cita rasa baru yang sangat berbeda dengan ketika kanak-kanak, dan ingin dapat mengekspresikannya sebagaimana adanya. Ada kalanya mereka ingin seperti orang dewasa yang dapat bebas memutuskan segala sesuatu bagi dirinya sendiri. Mereka membutuhkan pengakuan sebagai pribadi yang otonom.
Teman Sebaya
Dalam keadaan normal, keluarga merupakan satu-satunya tempat berlindung yang nyaman bagi anak. Namun, dengan berkembangnya dorongan untuk memiliki otonomi, mereka mulai menengok dunia di luar keluarga, yakni teman sebaya.
Begitu pentingnya teman sebaya bagi remaja, bahkan ada kalanya menjadi sangat penting melebihi keluarga. Hal ini disebabkan di sana mereka lebih bebas berekspresi, dapat bersama-sama mendapatkan pengalaman tentang dunia, dan dapat memperkuat identitas dirinya melalui aktivitas bersama.
Contohnya, mereka cenderung sama-sama menolak otoritas yang sewenang-wenang, baik di rumah maupun di sekolah. Mereka sama-sama menyukai keceriaan dan menolak situasi yang menekan. Kesamaan-kesamaan ini memungkinkan mereka untuk saling mendukung, termasuk dalam hal mengekspresikan diri.
Mereka sama-sama ingin mencoba hal-hal baru, tidak puas dengan hal-hal yang tradisional, melepaskan diri dari stereotip-stereotip yang dibangun oleh masyarakat. Model rambut, pakaian, sepatu, menjadi sarana mengekspresikan keinginannya akan orisinalitas.
Tato pada tubuh tidak lagi diartikan sebagai simbol kebrutalan; gaya punk tidak lagi dimaknai sebagai penampilan anak jalanan; anting tidak harus untuk wanita dan tidak pula dimaknai sebagai simbul gay, dan seterusnya.
Bagaimanapun, mengikuti kematangan seksual yang terjadi, mereka ingin dapat mengembangkan perilaku sesuai dengan peran jenisnya, sebagai pria atau wanita secara matang. Di antara teman sebaya mereka dapat mengekspresikan bagaimana perilaku yang matang sesuai tuntutan peran jenisnya.
Dalam kebersamaan itu mereka dapat saling memperkuat identitas dirinya. Dalam Psikologi Sosial sangat dimaklumi bahwa seseorang cenderung mengelola keanggotaannya dalam suatu kelompok dalam rangka mengelola konsep diri.
Dengan menjadi anggota kelompok, individu akan merasa memiliki identitas sosial yang pasti. Bagi remaja, identitas sosial sangat penting karena mereka masih membutuhkan kepastian siapa dirinya dalam masyarakat agar merasa berharga.
Secara keseluruhan, teman sebaya bagi remaja memiliki enam fungsi positif (Kelly & Hansen, dalam Dacey & Kenny, 1997): (a) mengendalikan impuls agresif; (b) mendapatkan dukungan sosial dan dukungan emosional serta kemandirian; (c) meningkatkan keterampilan sosial, kemampuan bernalar, dan mengekspresikan perasaan secara matang; (d) mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan perilaku sesuai peran jenis; (e) memperkuat nilai-nilai dan keputusan moral; (f) memperkuat harga diri (self esteem). 

Wanita Perlu Pahami Kesehatan Reproduksi
Description: PDF
Description: Cetak
Description: E-mail


Masalah kesehatan reproduksi perlu mendapat sosialiasi yang luas agar para calon ibu mengetahui persoalan reproduksi yang akan dialaminya berikut mendapatkan jalan keluar dari persoalan tersebut. "Tanpa mengenal organ kesehatan reproduksi dengan baik maka dikhawatirkan para calon ibu buta sama sekali dan akhirnya bisa berakibat pada keharmonisan hubungan suami isteri," kata Kepala BKKBN Provinsi Bengkulu, Hilaluddin Nasir di Bengkulu.
 Dia mengatakan, kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang baik, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, tetapi juga sehat dari aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya.
Masalah kesehatan reproduksi, katanya, terkait dengan terganggunya sistem, fungsi dan proses alat reproduksi, yang dapat berakibat pada keharmonisan hubungan suami-isteri bahkan dapat mengganggu kelancaran proses kehamilan dan persalinan.
 Untuk itu dia berharap, setiap pasangan suami-isteri disarankan untuk memeriksa dan merawat organ kesehatan reproduksi masing-masing agar tetap sehat dan berfungsi dengan baik dan normal. Usia ideal perkawinan untuk laki-laki minimal 25 tahun dan perempuan minimal 21 tahun. "Usia 25 tahun bagi laki-laki sudah dianggap matang dari segi emosi, ekonomi dan sosial," katanya.
 Begitupun usia 21 tahun sudah dianggap matang bagi perempuan dari segi emosi, kepribadian dan sosialnya. Khusus untuk perempuan menurutnya, usia kurang dari 21 tahun, rahim dan pinggulnya belum berkembang dengan baik, sehingga kemungkinan terjadi kesulitan dalam persalinan.
 Dikatakan, kehamilan yang sehat, suatu kondisi sehat fisik dan mental ibu dan janin yang dikandungnya. Kehamilan yang sehat dicirikan oleh cukup bulan (matur) sekitar 38 sampai 40 minggu (280 hari). "Berat badan ibu idealnya meningkat 0,5 kg perminggu atau 6,5 sampai 16 kg selama masa kehamilan dengan disertai peningkatan berat badan janin yang sesuai dengan umur kehamilan," katanya.
 Mengenai tekanan darah tidak lebih dari 120/80 mm Hg. Untuk itu maka selama masa kehamilan perlu istirahat yang cukup, minum tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.
 Menurutnya, perlu menghindari terlalu muda untuk hamil usia kurang dari 21 tahun. Terlalu tua untuk hamil usia lebih dari 35 tahun. Terlalu sering hamil beresiko tinggi dan terlalu rapat jarak kehamilan juga beresiko.



Kamis, 14 April 2011

Ceritaku di STIKES

Stikes merupakan perguruan tinggi yang satu-satunya pilihan saya, karena sebenarnya keinginan saya ingin kuliah di POLTEKES PARE-PARE tapi saya sudah mengambil formulir untuk kuliah di PARE. Sebenarnya saya ingin ambil jurusan kebidanan tapi jurusan kebidanan tidak ada. Jadi mau tidak mau ambil keperawatan, kemudian saya menunggu tiba hari ujian tulis, tapi semua itu hanyalah mimpi belaka karena orang tua saya tidak setuju jika saya mengambil jurusan keperawatan dan orang tua saya ingin saya kuliah di POLEWALI saja, terpaksa deh nurut apa kata orang tua, demi melanjutkan sekolah.
Awal mula masuk di STIKES, sangat banyak pengalaman yang mengesankan, terutama saat-saat OSPEK, dimana seluruh MaBa pada ikut sibuk mengurus perlengkapan OSPEK, seperti jilbab, sepatu, kaos kaki sepak bola, dan masih banyak lagi, dan yang paling merepotkan saat kita disuruh membeli jajanan. Esok harinya yang tempat sudah ditentukan oleh senior, dan setiap malam jam 23.00 kita harus mendengarkan fm.biges untuk mengetahui informasi apa-apa saja yang harus disiapkan untuk hari esok, dan tempatnya juga ditentukan.
Masa kuliah perdana, dimana seluruh MaBa kebidanan digabungkan dan diajarkan tentang konsep kebidanan dan 5 hari setelah itu ujian matrikulasi pun berlangsung dan beberapa proses belajar mengajar berlangsung dengan aktif, dan setiap MaBa disibukkan dengan banyak tugas dari dosen dan ada 1 dosen yang sangat ditakuti oleh mahasiswa, karena dosen itu sangat tegas dan wajahnya yang menakutkan. Tapi walaupun begitu dia baik juga sebenarnya.
Memasuki semester 2 dimana saat-saat yang melelahkan karena begitu banyak tugas-tugas dari setiap dosen, makalah demi makalah, persentase dari persentase membuat kepala jadi pusing, dan alhamdulillah berkat Rahmat dan RidhoNya semua dapat berjalan lancar, dan semua itu sudah menjadi  kewajiban kami menjadi mahasiswa jika ingin sukses menjadi orang yang berguna. Dan sekarang harus lebih fokus lagi untuk menjelang UTS tiba. Harus banyak belajar dan belajar agar nilainya lebih baik lagi dari yang sebelum-sebelumnya. Ammiiiiiiiiiiiinn....... dan pesan saya, buat semua teman-teman tetap semangat dan tetap fokus pada kewajiban sebagai mahasiswa. Agar kelak nanti menjadi bidan professional dan dapat membanggakan kedua orag tua dan semua orang. Buat bapak terima kasih atas pengabdiannya menjadi dosen yang baik dan sabar dan tidak lupa tetap murah senyum agar mahasiswanya lebih semangat belajar. Thanks.